Rabu, 05 Juni 2013

JURNAL AKUNTANSI



ANALISIS PENGARUH PENERAPAN GOOD
 CORPORATE GOVERNANCE DAN UKURAN  PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA PERUSAHAANKONTRUKSI DANBANGUNAN  YANG  TERDAFTAR DALAM BEI 2008-2012




Siti Amaliyah
Sudaryono SE., MM


ABTRAKSI
Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetris antara pemilik dan pengelola untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang bertujuan menjadikan perusahaan menjadi lebih baik dan sehat dengan prinsip-prinsip yang dimiliki yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance dan ukuran perusahaan dengan menggunakan variabel berupa proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit dan ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba. Sampel yang digunakan adalah perusahaan kontruksi dan bangunan yang terdaftar dalam BEI 2008-2012. Penelitian ini menggunakan discretionary accruals model Jones. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Dengan metode tersebut diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 6 perusahaan dari 8 perusahaan kontruksi dan bangunan yang tergabung dalam BEI 2008-2012.
Dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda hasil dari penelitian ini yaitu bahwa variabel independen berupa proporsi komisaris independen, ukuran perusahaan terbukti tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit terbukti berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Hasil penelitian ini juga membutikan bahwa secara bersama-sama variabel Good Corporate Governance dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap praktik manajemen laba.

Kata Kunci : Good Corporate Governance, Manajemen Laba, Komisaris Independen, Dewan Komisaris, Komite Audit, Ukuran Perusahaan.

PENDAHULUAN
Laporan keuangan digunakan sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Dalam laporan keuangan salah satu parameter untuk mengukur kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan (Siregar dan Utama, 2005). Meski sebenarnya semua laporan keuangan adalah penting dan bermanfaat, namun kebanyakan investor dan pemakai laporan keuangan lainnya hanya memusatkan perhatian mereka pada laba. Karena memang pada dasarnya tujuaan perusahaan adalah mencari laba yang sebesar – besarnya sehingga seringkali perhatian investor hanya terfokus pada laba membuatnya tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan angka laba tersebut. Ketergantungan investor, pihak eksternal terhadap informasi laba yang terdapat dalam laporan keuangan, turut mendorong manajer melakukan earnings management atau manajemen laba untuk kepentingan sendiri.
Tindakan earnings management telah menimbulkan beberapa kasus pelanggaran pelaporan akuntansi dalam dunia bisnis, antara lain Merck, World Com, Enron dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et.al, 2006). Selain itu, di Indonesia juga terjadi hal serupa, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Gideon, 2005). Dimana Manajemen laba timbul sebagai dampak persoalan kegenan yaitu adanya ketidakselarasan kepentingan antar pemilik dan manajemen ( Beneish dalam Wijayanti, 1999). Manajer termotivasi mengelola laba untuk mencapai target kinerja dan kompensasi bonus, meminimalkan kemungkinan pelanggaran perjanjian utang, dan meminimalkan biaya politik karena intervensi pemerintah dan parlemen.
Menurut teori keagenan untuk mengatasi masalah terbut adalah dengan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) atau yang sering disebut GCG.  Good Corporate Governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders (Mintara, 2008). Pelaksanaan Good Corporate Governance menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2003) sebuah organisasi profesional non-pemerintah yang bertujuan mensosialisasikan praktik Good Corporate Governance, terdapat lima prinsip dasar dalam penerapan Good Corporate Governance, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran. Prinsip GCG yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan (Chtourou et.al, 2001).
Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan dalam pengelolaan perusahaan. Salah satu pihak yang merupakan bagian terpenting dari terlaksananya konsep Good Corporate Governance ini adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris independen. Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan (Egon, 2008), karena dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen, sedangkan manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sehingga dewan komisaris dapat mengawasi segala tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk kemungkinan manajemen melakukan earnings management atau manajemen laba.
Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks dewan komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance) oleh manajemen.
Setiap perusahaan memiliki manajemen perusahaan yang berbeda-beda. Semakin besar suatu perusahaan maka semakin kompleks masalah yang dihadapi. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal ukuran perusahaan dilihat dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan, yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total asset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan aset yang ada di perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan kekhawatiran yang dilakukan oleh pemilik atas asetnya.
Telah banyak penelitian mengenai efektifitas Good Corporate Governance, ukuran perusahaan dan kinerja keuangan serta pengaruhnya terhadap manajemen laba, hasil yang diungkapkan pun berbeda-beda. Nasution dan Setiawan (2007) serta Murhadi (2009) mengungkapkan bahwa keberadaan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba, artinya keberadaan komisaris independen pada dewan komisaris akan mengurangi tindakan manajemen laba.
Namun pendapat tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010), Yayuk (2011) dan Dwi (2012) yang menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena penerapan Good Corporate Governance yang dilakukan perusahaan-perusahaan sampel hanya sebagai pemenuhan regulasi saja dan lemahnya praktik Corporate Governance di Indonesia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan tanda positif. Hal tersebut berarti makin besar ukuran dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jumlah komisaris yang lebih sedikit lebih mampu mengurangi indikasi manajemen laba daripada jumlah komisaris yang banyak.
Eddy  dan Pratana  (2005) mengungkapkan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, artinya adanya komite audit dapat mengurangi tindakan manajemen laba. Namun hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnanta (2008) bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Sama halnya dengan hasil penelitian menegenai Good Corporate Governance, hasil penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba juga berbeda beda. Dari hasil yang dilakukan oleh Rahmawati dan Baridwan (2006) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan Dwi (2012) yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.

LANDASAN TEORI
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OCED) Surya dan Yustiavandana, (2006)  mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.
Schipper (1989) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
Teori Agensi (Agency theory) terdapat asumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga akan menimbulkan konflik antara pemegang saham atau pemilik disebut principle dan manajemen disebut agent (Jensen dan Meckling, 1976). Pemegang saham akan mengharapkan keuntungan yang sesuai dan manajemen mengutamakan kepentingan sendiri (Mintara, 2008).
Adanya masalah keagenan tersebut dapat membuat pihak manajemen melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan, salah satunya adalah memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan kinerjanya selama ini agar pemegang saham dapat memberikan bonus atau upah tinggi atas keberhasilannya dalam mengelola perusahaan (Warsono et.al, 2009).   Oleh karena itu diperlukan suatu sistem untuk mengurangi tindakan praktik manajemen laba yaitu dengan menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan GCG ini dapat menjelaskan tentang tugas dan fungsi dewan komisaris, dewan direksi, pengurus perusahaan dan pemegang saham (Egon, 2008).
Good Corporate Governance merupakan mekanisme yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan dan perilaku pihak manajemen. Beberapa mekanisme GCG meliputi keberadaan komisaris independen, keberadaaan komite audit, dewan komisaris dan ukuran perusahaan.
Klein (2002) menemukan bahwa board of director dari pihak independen dapat lebih efektif dalam melakukan pengawasan. Hal ini juga dinyatakan oleh Cornett et al. (2008) dimana kinerja operasi dan stock return bertambah baik dengan semakin meningkatnya komisaris independen. Sementara itu, Chen et al. (2006) juga menemukan bahwa karakteristik dari board seperti independensi, jumlah pertemuan dan masa jabatan dari board berhubungan dengan tingkat  fraud dalam suatu perusahaan. Sedangkan Liu dan Lu (2007) menyatakan bahwa struktur board tidak hanya bertindak sebagai mekanisme kontrol dalam proses pembuatan laporan keuangan, tetapi juga dapat mencegah controlling shareholder untuk melakukan aktivitas yang dapat merugikan kepentingan pemegang saham lainnya.
Di Indonesia sistem yang ada dalam perusahaan menggunakan two tier system dimana terdapat dewan komisaris dan dewan direksi (Siregar dan Utama, 2008). Fungsi dari dewan komisaris adalah mengawasi pelaksanaan dari dewan direksi. Untuk mencegah kerugian pada pihak pemegang saham minoritas maka FCGI menuntut bahwa 30% dari jumlah dewan komisaris haruslah independen dari perusahaan dan pemegang saham mayoritas.
Klein (2002) juga menemukan bahwa keberadaan komite audit akan mengurangi terjadinya praktik earning management. Di Indonesia,  penelitian yang dilakukan oleh Parulian (2004) dan Siregardan Utama (2008) mengemukakan terdapatnya hubungan negatif antara discretionary accrual dengan adanya komite audit. Klein (2002) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit akan menghambat perilaku earnings management oleh pihak manajemen. Hal ini didukung pula oleh penelitian lain yang dilakukan Jaggi dan Leung (2007) serta Lin (2006) menunjukkan bahwa komite audit dapat mengurangi perilaku earnings management  yang dilakukan oleh pihak manajemen.
Selain Good Corporate Governance  ukuran perusahaan memiliki peranan yang penting dalam praktik manajemen laba. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap nilai suatu perusahaan. Perusahaan yang besar lebih diperhatiakan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan  tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat.
Penelitian ini menguji penerapan sistem Good Corporate Governance dan ukuran perusahaan  yang ada di perusahaan. Menurut penulis, dengan diterapkannya Good Corporate Governance selain akan menciptakan perusahaan yang baik dan sehat maka perusahaan tersebut juga akan memiliki nilai plus di mata perusahaan lainnya. Hal ini akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan demikian semakin banyak investor yang menanamkan saham di suatu perusahaan diharapkan perusahaan dapat memiliki saham dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi.
Dapat disimpulkan dalam mengurangi tindak manajemen laba dibutuhkan suatu sistem di dalam perusahaan yang dinamakan Good Corporate Governance dan  ukuran perusahaan dapat menimbulkan adanya manajemen laba. Good Corporate Governance ini terdiri dari proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit  perusahaan yang baik dan sehat. Sedangkan ukuran perusahaan diukur dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan.

Kerangka Pemikiran
Gambar 1
Kerangka Pemikiran


METODE PENELITIAN
Data Penelitian
   Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar perusahaan kontruksi dan bangunan yang tergabung dalam Bursa Efek Indonesia dan laporan keuangan yang meliputi neraca dan laporan laba rugi yang diterbitkan oleh masing-masing perusahaan sampel periode 2008-2012. Selain itu, penelitian ini  menggunakan data tentang komisaris independen, komite audit dan dewan komisaris yang ada dalam laporan tahunan masing-masing perusahaan sampel.

Variabel Penelitian
            Penelitian ini akan menguji variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen meliputi proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit dan ukuran perusahaan. Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Penggunaan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow et al,. 1995), model tersebut dituliskan sebagai berikut

TAit = Nit – CFOit

Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persamaan regresi Ordinary Least Square (OLS) sebagai berikut :

TAit/Ait-1 = β1 (1 / Ait-1) + β2(ΔRevt / Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1) + e

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus :

NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2(ΔRevt / Ait-1 - ΔRect / Ait-1 ) + β3 (PPEt/Ait-1)

Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut :

DAit = TAit/Ait-1 – NDAit

Keterangan :
DAit        = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke-t
NDAit     = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke-t
TAit          = Total akrual perusahaan i pada periode ke-t
Nit                = Laba bersih perusahaan i pada periode ke-t
CFOit         = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke-t
Ait-1         =  Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevt         = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke-t
PPEt            = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke-t
ΔRect         = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke-t
β1-β3       = Koefisien variabel
e               = error terms

PENGUJIAN HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat dari koefisien jalur yang ada. Dan berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya, serta mengacu pada hipotesis teori, maka dalam penelitian ini dirumuskan Hipotesis (H) yang kemudian akan dilakukan pengujian untuk membuktikan apakah Hipotesis (H) tersebut ditolak atau diterima. Hipotesis tersebut dapat dinotasikan sebagai berikut :
H1 = Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba
H2 = Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba
H3 = Ukuran komite audit  berpengaruh terhadap manajemen laba
H4 = Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Proporsi Komisaris Independen mean adalah 27,77 dan nilai minimum sebesar 0.00 serta maksimum sebesar 40.00. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen masih terdapat perusahaan sampel yang belum memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI) bahwa jumlah Komisaris Independen paling kurang 30% dari jumlah total dewan komisaris.
Ukuran dewan komisaris memiliki mean 5.3667 dengan nilai minimum sebesar 4 dan maksimum sebesar 8. Hal ini berarti perusahaan memiliki ukuran dewan komisaris dari mulai 4 anggota dewan komisaris sampai 8 anggota dewan komisaris. Dimana jumlah tersebut merupakan jumlah yang proposional untuk jumlah dewan komisaris yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.
Ukuran komite audit memiliki mean 0.9667, artinya perusahaan yang telah memiliki komite audit sebanyak 97% dari seluruh perusahaan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel telah memiliki komite audit dan telah melaksanakan pedoman umum Good Corporate Governance yang telah dibuat oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) bahwa perusahaan harus memiliki komite audit.
Ukuran perusahaan memiliki mean 12.4588 dengan nilai maksimum sebesar 13.04 dan nilai minimum sebesar 12.11. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan sampel yang terbesar adalah 13.04 dan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan terkecil sebesar 12.11.

Uji Asumsi Klasik
Hasil residual uji statitiknon-parametrik Kolmogorov-Smirnov pada penelitian ini dapat dilihat dari nilai signifikannya untuk semua variabel yaitu lebih besar dari 0.05  maka dapat disimpulkan bahwa data  terdistribusi normal. Variabel UKA atau ukuran komite audit tidak dilakukan uji normalitas karena variabel UKA merupakan variabel dummy yang nilainya ditentukan dengan angka 1 dan 0.
Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10 yaitu proporsi komisaris independen 0.854, ukuran dewan komisaris 0.571, ukuran komite audit 0.656, dan ukuran perusahaan 0.816, sedangkan nilai VIF masing-masing variabel yaitu proporsi komisaris independen 1.171, ukuran dewan komisaris 1.753, ukuran komite audit 1.523, dan ukuran perusahaan 1.226, dimana semua nilai VIF dari variabel penelitian di bawah 10 maka dapat diketahui bahwa antara antara variabel-variabel independen tidak terdapat gangguan multikolinearitas, oleh karena itu data dalam penelitian ini telah memenuhi syarat uji multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian model regresi.
Uji asumsi klasik selanjutnya adalah uji autokorelasi sengan menggunakan uji Durbin Watson. Hasil menunjukkan bahwa nilai uji Durbin Watson sebesar 1.8671. Untuk n = 30 dan variabel independen (k) = 4, dengan nilai kritis pada α = 0.05 diketahui nilai dL =1.1426  dan nilai dU = 1.7386, dimana nilai tersebut didapatkan berdasarkan tabel Durbin Watson. Nilai DW yang dihasilkan sebesar 1.8671, nilai tersebut sesuai dengan aturan pengujian Durbin Watson  yaitu d terletak antara du (1.7386) dan  4-du (2.2641)  . Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi autokorelasi
Model regresi yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas dimana titik-titik yang tersebar tidak membentuk pola bergelombang ataupun melebar kemudian menyempit . Artinya model regresi yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas sehingga data dalam penelitian ini dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan model regresi linear berganda.

Analisis Linear Berganda
Persamaan regresi yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang dirangkum adalah sebagai berikut :
                 DA = 0.164 – 8.140E–006PKI – 0.056UDK – 0.201UKA + 0.055UKP + e

Pengujian Hipotesis
1.      Pengujian hipotesis pertama penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formulasi hipotesis yaitu H1 = Proporsi Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel 4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel proporsi komisaris independen sebesar 0.993. Pada tingkat signifikan (α) 0.05, ternyata nilai p (0.993) > α = 0.05, dengan demikian H0 diterima, artinya proporsi komisaris independen pada perusahaan sampel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
2.      Pengujian hipotesis yang kedua dalam penelitian ini dengan menggunakan formulasi H2 = Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel 4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris sebesar 0.008. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.008) < α = 0.05, dengan demikian H2 diterima atau H0 ditolak yang berarti ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
3.      Pengujian hipotesis yang ketiga dalam penelitian ini dengan menggunakan formulasi H3 = Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel 4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris sebesar 0.031. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.026) < α = 0.05, dengan demikian H3 diterima atau H0 ditolak yang berarti ukuran komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap  manajemen laba.
4.      Pengujian hipotesis yang keempat dalam penelitian ini dengan menggunakan formulasi H4 = Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel 4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris sebesar 0.272. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.272) > α = 0.05, dengan demikian H4 ditolak atau H0 diterima yang berarti ukuran perusahaan pada perusahaan sampel tidak berpengaruh  terhadap manajemen laba.

Uji Koefisien Regresi secara Bersama-sama
          Uji f dilakukan dengan cara pengujian variabel-variabel independen secara serempak. Tujuan dari pengujian variabel-variabel serempak adalah untuk melihat apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.Uji f digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh antara variabel independen atau variabel bebas secara serentak terhadap variabel dependen atau variabel terikat yaitu dengan membandingkan nilai signifikansi f dengan α = 5%.
Hasil penelitian didapat  Fhitung 3.228 > Ftabel 2.759 atau SigF 0.029 < 0,05, artinya H1 diterima dan H0 ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara bersama-sama (serentak) antara variabel independen (proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite auidit, dan ukuran perusahaan) terhadap variabel terikat (manajemen laba).

Uji Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi atau Uji R2 mengukur sejauh mana kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Tingkat ketepatan suatu garis regresi dapat diketahui dari besar kecilnya koefisien determinasi atau koefisien R2 (R-Square). Nilai koefisien R2 dalam analisis regresi dapat digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan kecocokan garis regresi yang telah diperoleh, semakin besar nilai R2(R-square) maka semakin kuat model regresi yang diperoleh untuk menerangkan kondisi yang sebenarnya.
Hasil penelitian nilai R2 adalah sebesar 0.341 berarti sebesar 34% dari total variasi dependen dapat dijelaskan oleh model yang disajikan. Variabel proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan ukuran perusahaan mampu menjelaskan variabel discretionary accruals sebesar 34% sedangkan sisanya 66% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk di dalam model penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain diluar faktor proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit,  dan ukuran perusahaan  yang berpengaruh terhadap adanya tindakan manajemen laba seperti faktor kepemilikan manajerial, kepemilikan instutisional dan tingkat kehadiran dewan komisaris dalam menghadiri rapat.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1.    Proporsi Komisaris Independen tidak bepengaruh terhadap praktik manajemen laba sedangkan Ukuran Dewan Komisaris  dan Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan kontruksi dan bangunan yang tergabung dalam BEI 2008-2012.
2.    Ukuran Perusahaan tidak bepengaruh terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan kontruksi dan bangunan yang tergabung dalam BEI 2008-2012.
3.    Penerapan Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan bersama-sama mempengaruhi manajemen laba




Saran
Saran pada penelitian ini adalah :
1.    Untuk penelitian selanjutnya agar menambah periode penelitian menjadi lebih lama agar efek dari mekanisme Good Corporate Governance dapat lebih dirasakan dalam mengurangi manajemen laba di perusahaan.
2.    Untuk penelitian selanjutnya menambah variabel independen lainnya yang dapat menjadi tolak ukur penerapan Good Corporate Governance.
3.    Bagi perusahaan diharapkan dapat menerapkan Good Corporate Governance di dalam perusahaannya dan bagi perusahaan yang sudah menerapkan Good Corporate Governance diharapkan penerapan Good Corporate Governance tersebut sesuai dengan tujuan dikeluarkannya Good Corporate Governance yaitu agar terciptanya perusahaan yang sehat dan bersih. Selain itu seiring berkembangnya suatu perusahaan diperlukan pengawasan dan pengendalian yang lebih ketat untuk menciptakan perusahaan yang bebas dari kecurangan seperti manajemen laba.


DAFTAR PUSTAKA
Astuti. 2004. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue. Solo : Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Budiasih. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba. Bali : Universitas Udayana.

Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H. 2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance.

Deni Darmawati, Khomsiyah dan Rika Gelar Rahayu. 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII.


Effendi Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta : Salemba Empat.

FCGI. 2001. Corporate Governance : Tata kelola perusahaan. Edisi ketiga. Jakarta

Gideon SB Boediono.  2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII.

Halim et.al. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Laporan Manajemen Laba pada Tingkat Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45. Jurnal simposium nasional akuntansi VIII.

Handriyono. 2005. Manajemen Laba dan Pemilihan Metode Akuntansi pada saat IPO (Studi Kasus Bursa Efek Jakarta). Malang : Universitas Kanjuruhan Malang.

Healy, Paul M. and J.M. Wahlen. 1999. A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383.

Isnanta. 2008. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.

________, 2004. Corporate Governance Suatu Pengatar: Peranan Dewan Komisaris Dan Komite Audit Dalam Pelaksanaan Corporate Governance. Jakarta.

Juniarti, dan Carolina. 2005. Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Go Public. JurnalAkuntansi dan Keuangan. Vol. 7 No. 2.

Klein, A. 2002. Audit Committee, Board of Directorcharacteristics and Earnings Management. Journal of Accounting and Economics 33

Lo, K. 2008. Earnings Management And Earnings Quality, Journal of Accounting and Economics 45.

Ma'ruf, Muhamad. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba pada Perusahaan Go Public di BEJ. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.

Mintara. 2008. Pengaruh Implementasi Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Informasi. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.

Murhadi, W.R. 2009. Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik Earnings Management pada Perusahaan Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Surabaya.

Nasution, dan Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia. Jurnal simposium nasional akuntansi X.

Pranata. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Yogyakarta : Universitas Gunadarma.

Putri N. 2010. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks LQ-45). Jakarta : Universitas Gunadarma

Roychowdhury, S.  2006. Earnings Management Through Real Activities Manipulation, Journal ofAccounting and Economics 42.

Sutojo, Siswanto dan E.John Aldridge. 2008. Good Corporate Governance : Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat. Jakarta : PT.Damar Mulia Pustaka.

Ujiyantho dan Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Go Publik Sektor Manufaktur), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.

Wijayanti. 2009. Peranan Dewan Komisaris Independen dalam Mengurangi Praktek Manajemen Laba pada Sektor Perbankan Publik di Indonesia, Semarang : Universitas Diponegoro.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar