ANALISIS
PENGARUH PENERAPAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA
PERUSAHAANKONTRUKSI DANBANGUNAN YANG TERDAFTAR DALAM BEI 2008-2012
Siti Amaliyah
Sudaryono SE., MM
ABTRAKSI
Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetris antara
pemilik dan pengelola untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut
dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good
Corporate Governance yang bertujuan menjadikan perusahaan menjadi lebih
baik dan sehat dengan prinsip-prinsip yang dimiliki yaitu transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance dan ukuran
perusahaan dengan menggunakan variabel berupa proporsi komisaris independen,
ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit dan ukuran perusahaan terhadap
praktik manajemen laba. Sampel yang digunakan adalah perusahaan kontruksi dan
bangunan yang terdaftar dalam BEI 2008-2012. Penelitian ini menggunakan
discretionary accruals model Jones.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Dengan metode tersebut diperoleh jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 6 perusahaan dari 8 perusahaan kontruksi dan bangunan yang
tergabung dalam BEI 2008-2012.
Dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda
hasil dari penelitian ini yaitu bahwa variabel independen berupa proporsi
komisaris independen, ukuran perusahaan terbukti tidak berpengaruh terhadap
praktik manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris dan ukuran komite
audit terbukti berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Hasil penelitian
ini juga membutikan bahwa secara bersama-sama variabel Good Corporate Governance dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
signifikan terhadap praktik manajemen laba.
Kata
Kunci : Good Corporate Governance,
Manajemen Laba, Komisaris Independen, Dewan Komisaris, Komite Audit, Ukuran
Perusahaan.
PENDAHULUAN
Laporan
keuangan digunakan sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Dalam laporan keuangan salah
satu parameter untuk mengukur kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan (Siregar dan
Utama, 2005). Meski sebenarnya semua laporan keuangan adalah penting dan
bermanfaat, namun kebanyakan investor dan pemakai laporan keuangan lainnya
hanya memusatkan perhatian mereka pada laba. Karena memang pada dasarnya
tujuaan perusahaan adalah mencari laba yang sebesar – besarnya sehingga
seringkali perhatian investor hanya terfokus pada laba membuatnya tidak
memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan angka laba tersebut. Ketergantungan
investor, pihak eksternal terhadap informasi laba yang terdapat dalam laporan
keuangan, turut mendorong manajer melakukan earnings
management atau manajemen laba untuk kepentingan sendiri.
Tindakan
earnings management telah menimbulkan
beberapa kasus pelanggaran pelaporan akuntansi dalam dunia bisnis, antara lain
Merck, World Com, Enron dan mayoritas
perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et.al,
2006). Selain itu, di Indonesia juga terjadi hal serupa, seperti PT. Lippo Tbk
dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari
terdeteksi adanya manipulasi (Gideon, 2005). Dimana Manajemen laba timbul
sebagai dampak persoalan kegenan yaitu
adanya ketidakselarasan kepentingan antar pemilik dan manajemen ( Beneish dalam
Wijayanti, 1999). Manajer termotivasi mengelola laba untuk mencapai target
kinerja dan kompensasi bonus, meminimalkan kemungkinan pelanggaran perjanjian
utang, dan meminimalkan biaya politik karena intervensi pemerintah dan parlemen.
Menurut
teori keagenan untuk mengatasi masalah terbut adalah dengan tata kelola yang
baik (Good Corporate Governance) atau yang sering disebut GCG. Good Corporate Governance merupakan
suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk
kepentingan stakeholders (Mintara,
2008). Pelaksanaan Good Corporate Governance menuntut adanya
perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham
minoritas. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI,
2003) sebuah organisasi profesional non-pemerintah
yang bertujuan mensosialisasikan praktik Good Corporate Governance,
terdapat lima prinsip dasar dalam penerapan Good
Corporate Governance, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban dan kewajaran. Prinsip GCG yang diterapkan dengan konsisten
dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan
(Chtourou et.al, 2001).
Oleh
karena itu, dibutuhkan pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan
dalam pengelolaan perusahaan. Salah satu pihak yang merupakan bagian terpenting
dari terlaksananya konsep Good Corporate
Governance ini adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris
independen. Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan
(Egon, 2008), karena dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi
manajemen, sedangkan manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi
dan daya saing perusahaan, sehingga dewan komisaris dapat mengawasi segala
tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk kemungkinan manajemen
melakukan earnings management atau
manajemen laba.
Telah
diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu
lingkungan usaha yang kompleks dewan komisaris harus mendelegasikan beberapa
tugas mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu
sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris
secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang
khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance) oleh
manajemen.
Setiap perusahaan memiliki
manajemen perusahaan yang berbeda-beda. Semakin besar suatu perusahaan maka
semakin kompleks masalah yang dihadapi. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal ukuran
perusahaan dilihat dari total asset yang
dimiliki oleh perusahaan, yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi
perusahaan. Jika perusahaan memiliki total
asset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan aset
yang ada di perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini
sebanding dengan kekhawatiran yang dilakukan oleh pemilik atas asetnya.
Telah
banyak penelitian mengenai efektifitas Good
Corporate Governance, ukuran perusahaan dan kinerja keuangan serta pengaruhnya terhadap manajemen
laba, hasil yang diungkapkan pun berbeda-beda. Nasution dan Setiawan (2007)
serta Murhadi (2009) mengungkapkan bahwa keberadaan komisaris independen
berpengaruh terhadap manajemen laba, artinya keberadaan komisaris independen
pada dewan komisaris akan mengurangi tindakan manajemen laba.
Namun
pendapat tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Putri (2010), Yayuk (2011) dan Dwi (2012) yang menyatakan bahwa keberadaan
komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena penerapan
Good Corporate Governance yang
dilakukan perusahaan-perusahaan sampel hanya sebagai pemenuhan regulasi saja
dan lemahnya praktik Corporate Governance
di Indonesia.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa
ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi
manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Pengaruh tersebut
ditunjukkan dengan tanda positif. Hal tersebut berarti makin besar ukuran dewan
komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa jumlah komisaris yang lebih sedikit lebih mampu
mengurangi indikasi manajemen laba daripada jumlah komisaris yang banyak.
Eddy dan Pratana
(2005) mengungkapkan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, artinya adanya komite audit dapat mengurangi tindakan manajemen
laba. Namun hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Isnanta (2008) bahwa komite audit tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.
Sama
halnya dengan hasil penelitian menegenai Good
Corporate Governance, hasil penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan
terhadap manajemen laba juga berbeda beda. Dari hasil yang dilakukan oleh
Rahmawati dan Baridwan (2006) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap manajemen laba perusahaan. Hasil penelitian ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan Dwi (2012) yang menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.
LANDASAN TEORI
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OCED) Surya dan Yustiavandana,
(2006) mendefinisikan Good
Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak
manajemen perusahaan, board, pemegang
saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good
Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat
untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.
Schipper (1989) yang menyatakan bahwa manajemen laba
merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan
keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (sebagai lawan
untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
Teori
Agensi (Agency theory) terdapat
asumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri
sendiri sehingga akan menimbulkan konflik antara pemegang saham atau pemilik
disebut principle dan manajemen
disebut agent (Jensen dan Meckling,
1976). Pemegang saham akan mengharapkan keuntungan yang sesuai dan manajemen
mengutamakan kepentingan sendiri (Mintara, 2008).
Adanya
masalah keagenan tersebut dapat membuat pihak manajemen melakukan kecurangan
terhadap laporan keuangan, salah satunya adalah memilih metode akuntansi yang
dapat meningkatkan kinerjanya selama ini agar pemegang saham dapat memberikan
bonus atau upah tinggi atas keberhasilannya dalam mengelola perusahaan (Warsono
et.al, 2009). Oleh karena itu diperlukan suatu sistem
untuk mengurangi tindakan praktik manajemen laba yaitu dengan menerapkan Good Corporate Governance (GCG).
Penerapan GCG ini dapat menjelaskan tentang tugas dan fungsi dewan komisaris,
dewan direksi, pengurus perusahaan dan pemegang saham (Egon, 2008).
Good
Corporate Governance merupakan
mekanisme yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan dan
perilaku pihak manajemen. Beberapa mekanisme GCG meliputi keberadaan komisaris
independen, keberadaaan komite audit, dewan komisaris dan ukuran perusahaan.
Klein
(2002) menemukan bahwa board of director dari pihak independen dapat
lebih efektif dalam melakukan pengawasan. Hal ini juga dinyatakan oleh Cornett et
al. (2008) dimana kinerja operasi dan stock return bertambah baik
dengan semakin meningkatnya komisaris independen. Sementara itu, Chen et al.
(2006) juga menemukan bahwa karakteristik dari board seperti
independensi, jumlah pertemuan dan masa jabatan dari board berhubungan
dengan tingkat fraud dalam suatu
perusahaan. Sedangkan Liu dan Lu (2007) menyatakan bahwa struktur board tidak
hanya bertindak sebagai mekanisme kontrol dalam proses pembuatan laporan
keuangan, tetapi juga dapat mencegah controlling shareholder untuk
melakukan aktivitas yang dapat merugikan kepentingan pemegang saham lainnya.
Di
Indonesia sistem yang ada dalam perusahaan menggunakan two tier system dimana
terdapat dewan komisaris dan dewan direksi (Siregar dan Utama, 2008). Fungsi
dari dewan komisaris adalah mengawasi pelaksanaan dari dewan direksi. Untuk
mencegah kerugian pada pihak pemegang saham minoritas maka FCGI menuntut bahwa
30% dari jumlah dewan komisaris haruslah independen dari perusahaan dan
pemegang saham mayoritas.
Klein
(2002) juga menemukan bahwa keberadaan komite audit akan mengurangi terjadinya
praktik earning management. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Parulian
(2004) dan Siregardan Utama (2008) mengemukakan terdapatnya hubungan negatif
antara discretionary accrual dengan adanya komite audit. Klein (2002)
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit akan menghambat perilaku
earnings management oleh pihak manajemen. Hal ini didukung pula oleh
penelitian lain yang dilakukan Jaggi dan Leung (2007) serta Lin (2006)
menunjukkan bahwa komite audit dapat mengurangi perilaku earnings
management yang dilakukan oleh pihak
manajemen.
Selain
Good Corporate Governance ukuran
perusahaan memiliki peranan yang penting dalam praktik manajemen laba. Ukuran
perusahaan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap nilai suatu perusahaan.
Perusahaan yang besar lebih diperhatiakan oleh masyarakat sehingga mereka akan
lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak
perusahaan tersebut melaporkan kondisinya
lebih akurat.
Penelitian
ini menguji penerapan sistem Good Corporate Governance dan ukuran
perusahaan yang ada di perusahaan.
Menurut penulis, dengan diterapkannya Good Corporate Governance selain
akan menciptakan perusahaan yang baik dan sehat maka perusahaan tersebut juga
akan memiliki nilai plus di mata perusahaan lainnya. Hal ini akan menarik minat
investor untuk menanamkan modalnya dengan demikian semakin banyak investor yang
menanamkan saham di suatu perusahaan diharapkan perusahaan dapat memiliki saham
dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi.
Dapat
disimpulkan dalam mengurangi tindak manajemen laba dibutuhkan suatu sistem di
dalam perusahaan yang dinamakan Good
Corporate Governance dan ukuran perusahaan dapat menimbulkan adanya
manajemen laba. Good Corporate Governance
ini terdiri dari proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran
komite audit perusahaan yang baik dan
sehat. Sedangkan ukuran perusahaan diukur dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan.
Kerangka Pemikiran
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
METODE
PENELITIAN
Data Penelitian
Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar perusahaan kontruksi dan
bangunan yang tergabung dalam Bursa Efek Indonesia dan laporan keuangan yang
meliputi neraca dan laporan laba rugi yang diterbitkan oleh masing-masing
perusahaan sampel periode 2008-2012. Selain itu, penelitian ini menggunakan data tentang komisaris independen,
komite audit dan dewan komisaris yang ada dalam laporan tahunan masing-masing
perusahaan sampel.
Variabel
Penelitian
Penelitian
ini akan menguji variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen
(variabel terikat). Variabel independen meliputi proporsi komisaris independen,
ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit dan ukuran perusahaan. Variabel
Dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang merupakan suatu
intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal
dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989).
Penggunaan discretionary accruals
sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow et al,. 1995), model tersebut
dituliskan sebagai berikut
TAit
= Nit – CFOit
Nilai total accrual (TA) yang
diestimasi dengan persamaan regresi Ordinary
Least Square (OLS) sebagai berikut :
TAit/Ait-1
= β1 (1 / Ait-1) + β2(ΔRevt / Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1)
+ e
Dengan menggunakan koefisien
regresi diatas nilai non discretionary
accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus :
NDAit
= β1 (1 / Ait-1) + β2(ΔRevt / Ait-1 - ΔRect
/ Ait-1 ) + β3 (PPEt/Ait-1)
Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut :
DAit
= TAit/Ait-1 – NDAit
Keterangan :
DAit = Discretionary Accruals
perusahaan i pada periode ke-t
NDAit = Non Discretionary
Accruals perusahaan i pada periode ke-t
TAit = Total akrual perusahaan i pada
periode ke-t
Nit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke-t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada
periode ke-t
Ait-1 =
Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i
pada periode ke-t
PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke-t
ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke-t
β1-β3 = Koefisien variabel
e =
error terms
PENGUJIAN
HIPOTESIS
Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat dari koefisien jalur
yang ada. Dan berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya, serta mengacu
pada hipotesis teori, maka dalam penelitian ini dirumuskan Hipotesis (H) yang
kemudian akan dilakukan pengujian untuk membuktikan apakah Hipotesis (H)
tersebut ditolak atau diterima. Hipotesis tersebut dapat dinotasikan sebagai
berikut :
H1 =
Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba
H2 =
Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba
H3 = Ukuran komite
audit berpengaruh terhadap manajemen
laba
H4 = Ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap manajemen laba
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Analisis
Deskriptif
Proporsi Komisaris Independen mean adalah 27,77 dan nilai minimum sebesar 0.00 serta maksimum
sebesar 40.00. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen masih
terdapat perusahaan sampel yang belum memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Forum Corporate Governance in Indonesia
(FCGI) bahwa jumlah Komisaris Independen paling kurang 30% dari jumlah total
dewan komisaris.
Ukuran dewan komisaris memiliki mean 5.3667 dengan nilai minimum sebesar 4 dan maksimum sebesar 8.
Hal ini berarti perusahaan memiliki ukuran dewan komisaris dari mulai 4 anggota
dewan komisaris sampai 8 anggota dewan komisaris. Dimana jumlah tersebut
merupakan jumlah yang proposional untuk jumlah dewan komisaris yang dimiliki
oleh sebuah perusahaan.
Ukuran komite audit memiliki mean 0.9667, artinya
perusahaan yang telah memiliki komite audit sebanyak 97% dari seluruh
perusahaan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel telah memiliki
komite audit dan telah melaksanakan pedoman umum Good Corporate Governance yang telah dibuat oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) bahwa
perusahaan harus memiliki komite audit.
Ukuran perusahaan memiliki mean
12.4588 dengan nilai maksimum sebesar 13.04 dan nilai minimum sebesar 12.11.
Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan sampel yang terbesar adalah 13.04
dan perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan terkecil sebesar 12.11.
Uji
Asumsi Klasik
Hasil
residual uji statitiknon-parametrik Kolmogorov-Smirnov pada
penelitian ini dapat dilihat dari nilai signifikannya untuk semua variabel
yaitu lebih besar dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal. Variabel UKA atau ukuran komite audit tidak
dilakukan uji normalitas karena variabel UKA merupakan variabel dummy yang
nilainya ditentukan dengan angka 1 dan 0.
Hasil
uji multikolinearitas menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10
yaitu proporsi komisaris independen 0.854, ukuran dewan komisaris 0.571, ukuran
komite audit 0.656, dan ukuran perusahaan 0.816, sedangkan nilai VIF
masing-masing variabel yaitu proporsi komisaris independen 1.171, ukuran dewan
komisaris 1.753, ukuran komite audit 1.523, dan ukuran perusahaan 1.226, dimana
semua nilai VIF dari variabel penelitian di bawah 10 maka dapat diketahui bahwa
antara antara variabel-variabel independen tidak terdapat gangguan
multikolinearitas, oleh karena itu data dalam penelitian ini telah memenuhi
syarat uji multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian model
regresi.
Uji
asumsi klasik selanjutnya adalah uji autokorelasi sengan menggunakan uji Durbin
Watson. Hasil menunjukkan bahwa nilai uji Durbin Watson sebesar 1.8671. Untuk n
= 30 dan variabel independen (k) = 4, dengan nilai kritis pada α = 0.05
diketahui nilai dL =1.1426
dan nilai dU = 1.7386, dimana nilai tersebut didapatkan
berdasarkan tabel Durbin Watson. Nilai DW yang dihasilkan sebesar 1.8671, nilai
tersebut sesuai dengan aturan pengujian Durbin Watson yaitu d terletak antara du (1.7386)
dan 4-du (2.2641) . Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
tidak terjadi autokorelasi
Model
regresi yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas dimana titik-titik
yang tersebar tidak membentuk pola bergelombang ataupun melebar kemudian
menyempit . Artinya model regresi yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas
sehingga data dalam penelitian ini dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan model regresi linear berganda.
Analisis
Linear Berganda
Persamaan
regresi yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang dirangkum adalah sebagai
berikut :
DA
= 0.164 – 8.140E–006PKI – 0.056UDK – 0.201UKA + 0.055UKP + e
Pengujian
Hipotesis
1.
Pengujian
hipotesis pertama penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formulasi
hipotesis yaitu H1 = Proporsi Komisaris Independen berpengaruh
terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel 4.10, dapat dilihat nilai
signifikansi (p) variabel proporsi komisaris independen sebesar 0.993. Pada
tingkat signifikan (α) 0.05, ternyata nilai p (0.993) > α = 0.05, dengan
demikian H0 diterima, artinya proporsi komisaris independen pada
perusahaan sampel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
2.
Pengujian
hipotesis yang kedua dalam penelitian ini dengan menggunakan formulasi H2
= Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel
4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris
sebesar 0.008. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.008)
< α = 0.05, dengan demikian H2 diterima atau H0 ditolak
yang berarti ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba.
3.
Pengujian
hipotesis yang ketiga dalam penelitian ini dengan menggunakan formulasi H3
= Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel
4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris
sebesar 0.031. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.026)
< α = 0.05, dengan demikian H3 diterima atau H0 ditolak
yang berarti ukuran komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
4.
Pengujian
hipotesis yang keempat dalam penelitian ini dengan menggunakan formulasi H4
= Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan tabel
4.10, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris
sebesar 0.272. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.272)
> α = 0.05, dengan demikian H4 ditolak atau H0 diterima
yang berarti ukuran perusahaan pada perusahaan sampel tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Uji
Koefisien Regresi secara Bersama-sama
Uji
f dilakukan dengan cara pengujian variabel-variabel independen secara serempak.
Tujuan dari pengujian variabel-variabel serempak adalah untuk melihat apakah
variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependen.Uji f digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh antara variabel
independen atau variabel bebas secara serentak terhadap variabel dependen atau
variabel terikat yaitu dengan membandingkan nilai signifikansi f dengan α = 5%.
Hasil penelitian didapat Fhitung
3.228 > Ftabel 2.759 atau SigF 0.029 < 0,05, artinya H1 diterima dan
H0 ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan secara bersama-sama (serentak) antara variabel independen (proporsi
komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite auidit, dan ukuran
perusahaan) terhadap variabel terikat
(manajemen laba).
Uji
Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi atau Uji R2
mengukur sejauh mana kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat.
Tingkat ketepatan suatu garis regresi dapat diketahui dari besar kecilnya
koefisien determinasi atau koefisien R2 (R-Square). Nilai koefisien
R2 dalam analisis regresi dapat digunakan sebagai ukuran untuk
menyatakan kecocokan garis regresi yang telah diperoleh, semakin besar nilai R2(R-square)
maka semakin kuat model regresi yang diperoleh untuk menerangkan kondisi yang
sebenarnya.
Hasil
penelitian nilai R2 adalah sebesar 0.341 berarti sebesar 34% dari
total variasi dependen dapat dijelaskan oleh model yang disajikan. Variabel
proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan
ukuran perusahaan mampu menjelaskan variabel discretionary accruals sebesar 34% sedangkan sisanya 66% dijelaskan
oleh faktor lain yang tidak termasuk di dalam model penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain diluar faktor proporsi komisaris
independen, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap adanya tindakan
manajemen laba seperti faktor kepemilikan manajerial, kepemilikan instutisional
dan tingkat kehadiran dewan komisaris dalam menghadiri rapat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari
penelitian ini adalah :
1. Proporsi Komisaris Independen
tidak bepengaruh terhadap praktik manajemen laba sedangkan Ukuran Dewan
Komisaris dan Ukuran Komite Audit
berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan kontruksi dan
bangunan yang tergabung dalam BEI 2008-2012.
2. Ukuran Perusahaan tidak
bepengaruh terhadap praktik manajemen laba pada
perusahaan kontruksi dan bangunan yang tergabung dalam BEI 2008-2012.
3. Penerapan Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan bersama-sama
mempengaruhi manajemen laba
Saran
Saran pada penelitian
ini adalah :
1.
Untuk
penelitian selanjutnya agar menambah periode penelitian menjadi lebih lama agar
efek dari mekanisme Good Corporate
Governance dapat lebih dirasakan dalam mengurangi manajemen laba di
perusahaan.
2.
Untuk
penelitian selanjutnya menambah variabel independen lainnya yang dapat menjadi
tolak ukur penerapan Good Corporate
Governance.
3.
Bagi
perusahaan diharapkan dapat menerapkan Good
Corporate Governance di dalam perusahaannya dan bagi perusahaan yang sudah
menerapkan Good Corporate Governance
diharapkan penerapan Good Corporate
Governance tersebut sesuai dengan tujuan dikeluarkannya Good Corporate Governance yaitu agar
terciptanya perusahaan yang sehat dan bersih. Selain itu seiring berkembangnya
suatu perusahaan diperlukan pengawasan dan pengendalian yang lebih ketat untuk
menciptakan perusahaan yang bebas dari kecurangan seperti manajemen laba.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti. 2004. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue. Solo : Universitas Slamet
Riyadi Surakarta.
Budiasih. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik
Perataan Laba. Bali : Universitas Udayana.
Cornett
M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H. 2006. Earnings Management,
Corporate Governance, and True Financial Performance.
Deni Darmawati, Khomsiyah dan
Rika Gelar Rahayu. 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium
Nasional Akuntansi VII.
Effendi Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance:
Teori dan Implementasi. Jakarta : Salemba Empat.
FCGI. 2001. Corporate Governance : Tata
kelola perusahaan. Edisi ketiga. Jakarta
Gideon SB Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme
Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan
Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Halim et.al. 2005. Pengaruh
Manajemen Laba pada Tingkat Laporan Manajemen Laba pada Tingkat Laporan
Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45. Jurnal simposium nasional akuntansi VIII.
Handriyono. 2005. Manajemen Laba dan Pemilihan Metode
Akuntansi pada saat IPO (Studi Kasus Bursa Efek Jakarta). Malang :
Universitas Kanjuruhan Malang.
Healy, Paul M. and J.M. Wahlen.
1999. A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For
Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383.
Isnanta. 2008. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja. Yogyakarta : Universitas
Islam Indonesia.
________, 2004. Corporate Governance Suatu Pengatar: Peranan
Dewan Komisaris Dan Komite Audit Dalam Pelaksanaan Corporate Governance.
Jakarta.
Juniarti, dan Carolina. 2005.
Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba pada Perusahaan
Go Public. JurnalAkuntansi dan Keuangan. Vol. 7 No. 2.
Klein, A. 2002. Audit Committee,
Board of Directorcharacteristics and Earnings Management. Journal of
Accounting and Economics 33
Lo, K. 2008. Earnings Management
And Earnings Quality, Journal of Accounting and Economics 45.
Ma'ruf, Muhamad. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Manajemen Laba pada Perusahaan Go Public di BEJ. Yogyakarta : Universitas
Islam Indonesia.
Mintara. 2008. Pengaruh Implementasi Corporate Governance
Terhadap Pengungkapan Informasi. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.
Murhadi, W.R. 2009. Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik Earnings Management pada Perusahaan
Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia, Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan. Surabaya.
Nasution, dan Setiawan. 2007.
Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan
Indonesia. Jurnal simposium nasional
akuntansi X.
Pranata. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan. Yogyakarta : Universitas Gunadarma.
Putri N. 2010. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks LQ-45). Jakarta : Universitas Gunadarma
Roychowdhury, S. 2006. Earnings Management Through Real
Activities Manipulation, Journal ofAccounting and Economics 42.
Sutojo, Siswanto dan E.John
Aldridge. 2008. Good Corporate Governance
: Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat. Jakarta : PT.Damar Mulia Pustaka.
Ujiyantho dan Pramuka. 2007.
Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan (Studi Pada
Perusahaan Go Publik Sektor Manufaktur), Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.
Wijayanti. 2009. Peranan Dewan
Komisaris Independen dalam Mengurangi Praktek Manajemen Laba pada Sektor
Perbankan Publik di Indonesia, Semarang : Universitas Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar